Loading...

Penghasilan "Seadanya", Dahulukan Nafkahi Ibu atau Nafkahi Istri? Ini Penjelasannya

Sebuah perihal yang mungkin sangat sering dan banyak terjadi. Jika seorang suami atau laki-laki yang sudah menikah, namun memiliki penghasilan yang pas-pasan. Sedangkan orangtuanya pun tidak hidup dalam kecukupan. Apalagi orang yang menjadi tanggunganya yaitu anak-anak dan istrinya.

Dikutip dari maarifnucilacap.or.id, sebuah kisah nyata yang mungkin dapat menjadi pedoman bagi kita semua.



Dari Wulan

Assalamualaikum,
Ustadz, saya ingin tanya mengenai kewajiban nafkah suami, apakah ia harus mendahulukan istrinya atau ibunya ketika memberi nafkah. Permasalahannya, saya menikah bbrp bulan, dan suami tidak pernah memberikan nafkah berupa uang kepada saya.

Penghasilan suami memang sangat pas, karena memang sebagian digunakan utk membayar hutang. Namun suami saya masih membayar kontrak rumah dari gajinya. Sedangkan untuk makan, seringkali masih dari gaji saya. Begitu juga dengan pakaian.

Masalahnya, selama ini (sejak sebelum menikah), suami rutin memberikan uang kepada ibunya (saya sdh menyetujuinya sebelum menikah). Namun kondisi saat ini kami kekurangan, dan dia masih memberi kepada ibunya dan tidak kepada saya.

Bagaimana hukumnya? Saya tidak ingin menjadi istri dan menantu yg durhaka, karena itu saya ingin meluruskan permasalahan ini kepada ustadz.
Terima kasih,

Jawaban:
Dijawab oleh: Ust. Ibrahim Bafadhol, M.Pd.I
Bismillah. Alhamdulillah washsholatu wassalamu �ala rosulillah wa�ala ali wasobbihi wamanitabbahuda amaba�d.

Manakah yang harus didahulukan oleh seorang anak laki-laki, memberikan nafkah kepada ibunya atau istrinya, jika si anak laki-laki ini tidak mampu menafkahi keduanya?

Perlu diketahui, bahwa para ulama telah bersepakat bulat atau ber-ijma sebagaimana telah dinukil oleh Ibnul Munzir, bahwa nafkah untuk kedua orang tua yang miskin dan tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok keduanya, maka nafkah kedua orang tua ini menjadi kewajiban anak-anaknya. Baik anak laki-laki maupun perempuan.

Kemudian jika anak laki-laki ini telah menikah dan telah memiliki anak, maka dia punya dua kewajiban: kewajiban menafkahi orang tuanya yang miskin yang tidak mampu mencukupi kebutuhan pokoknya dan menafkahi istri dan anak-anaknya sendiri.

Jika seorang anak laki-laki mampu melakukan dua kewajiban ini, maka inilah yang wajib atas dirinya. Tapi jika dia tidak mampu memadukan dua kewajiban tersebut, karena penghasilannya yang pas-pasan misalnya, maka yang harus didahulukan adalah menafkahi istri dan anak-anaknya.

Para ahli fiqih telah menegaskan hal ini, sebagaimana diutarakan oleh penyusun kitab Kasyful Kina�, dia berkata, seseorang yang tidak punya kelebihan dari nafkah untuk mencukupi semua yang wajib ditanggung oleh dirinya, maka yang pertama dia mulai adalah menafkahi dirinya sendiri.

Jika setelah itu ada kelebihan untuk orang lain, maka dia dahulukan istrinya. Karena nafkah untuk istri adalah kewajiban berdasarkan saling timbal balik atau al-mu�awadoh, yakni istri memberikan pelayanan kepada suaminya, oleh karena itu pelayanan dari istri ini wajib diimbali dengan nafkah. Dan nafkah yang wajib karena al-mu�awadoh lebih didahulukan dari nafkah yang diberikan karena menolong atau al-muwasah.

Kemudian mereka berdalil dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir rodhiallohu�anhu dan hadits ini dikeluarkan oleh imam Muslim dalam shohihnya, Rosululloh shalallohu �alaihi wasalam bersabda:

�Jika Allah ta�ala memberikan kepada salah seorang di antara kalian kebaikan � nikmat atau rezeki, maka hendaknya dia memulai dengan dirinya dahulu dan keluarganya� (HR. Muslim)

�Nafkah yang paling besar pahalanya adalah nafkah yang dikeluarkan oleh seseorang kepada keluarganya� (HR. Muslim)

Jadi seperti inilah syariat mendudukan perkaranya. Bahwa orang tua atau ibu yang miskin, tidak memiliki penghasilan sehingga tidak bisa mencukupi makanan pokoknya sehari-hari, tidak mungkin ditelantarkan.

Nafkah atau makanan pokok orang tua adalah tanggungan dari anak-anaknya. Setelah sang anak laki-laki mencukupi kewajiban terhadap istri dan anak-anaknya sendiri.

Tetapi jika sang orang tua tidak miskin, untuk makanan pokoknya sudah cukup, misalnya orang tuanya memiliki penghasilan berupa uang pensiun, maka nafkahnya tidak wajib bagi anak laki-lakinya.

Namun jika anak laki-lakinya hendak memberikan sebagian uangnya kepada ibunya, maka hendaknya sang istri tidak mencegahnya. Karena hal tersebut merupakan bentuk birur walidayn atau berbakti kepada orang tuanya. Dengan catatan, setelah anak laki-laki ini mencukupi nafkah untuk keluarganya.
Wallohu a�lam



Demikianlah Artikel Penghasilan "Seadanya", Dahulukan Nafkahi Ibu atau Nafkahi Istri? Ini Penjelasannya

Sekian Arti Dunia Penghasilan "Seadanya", Dahulukan Nafkahi Ibu atau Nafkahi Istri? Ini Penjelasannya, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan Arti Dunia kali ini.

Anda sedang membaca artikel Penghasilan "Seadanya", Dahulukan Nafkahi Ibu atau Nafkahi Istri? Ini Penjelasannya dan artikel ini url permalinknya adalah https://artidunia66.blogspot.com/2017/05/penghasilan-dahulukan-nafkahi-ibu-atau.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.
Previous
Next Post »